Sengketa
Indonesia dan Belanda memuncak ketika persetujuan Linggarjati dilanggar
oleh Belanda dengan agresi militer pada tanggal 21 Jili 1947. Hal ini
menjadi pokok bahasan di forum internasional. Setelah perdebatan panjang
di PBB dan tidak ada keputusan, maka lahirlah beberapa pendapat yang
berkembang dari beberapa negara besar seperti Rusia dan Amerika Serikat.
Usul
Rusia untuk membentuk komisi pengawas gencatan senjata didukung oleh
Amerika Serikat, Australia, Brazilia, Columbia, Polandia dan Suriah,
tetapi diveto oleh Perancis karena terlalu menguntungkan Republik
Indonesia.1)
Akhirnya
usul AS pada tanggal 21 Agustus 1947 melalui Departemen Luar Negeri AS
memberitahukan kepada Belanda bahwa AS akan mengusulkan kepada Dewan
Keamanan PBB agar menawarkan jasa-jasa baiknya kepada pihak yang
bersengketa.2) Usul tersebut diterima oleh DK-PBB tanggal 25 Agustus 1947 yang selanjutnya menjadi keputusan PBB untuk membentuk suatu Committee of Good Offices
(Komisi Jasa-jasa Baik) yang kemudian dikenal sebagai KTN (Komisi Tiga
Negara). Komisi ini terdiri dari tiga negara sebagai penyelenggara
penyelesaian sengketa, yaitu Belgia yang dipilih oleh Belanda, Australia
yang dipilih oleh Indonesia dan AS yang dipilih oleh Belgia dan
Australia.3)
Menghadapi
sengketa Indonesia-Belanda yang semakin memuncak, maka Komisi Tiga
Negara mengambil beberapa langkah penyelesaian dengan mengusulkan kepada
forum PBB melalui DK PBB untuk membahas dan mengambil tindakan yang
dianggap perlu atas segaka kejadian di Indonesia. Namun demikian, usaha
KTN melalui PBB menemui banyak perbedaan persepsi tentang keadaan yang
terjadi di Indonesia, sehingga usul tersebut tidak mendapat tanggapan.
Berkali-kali KTN mengirimkan laporan ke DK PBB tetapi tidak pernah
mendapat jawaban.4)
KTN
berusaha mempertemukan kedua pihak yang bersengketa ke meja
perundingan. Akhirnya pada tanggal 8 Desember 1947 diadakan perundingan
di atas kapal AS, Renville yang berlabuh di Tanjung Priok. Namun
demikian, perundingan Renville ini mengalami jalan buntu dalam mencapai
suatu persetujuan. KTN dalam pesan Natalnya tertanggal 26 Desember,
mengajukan usul yang sangat dekat dengan keinginan Belanda. Usul
tersebut diterima oleh pihak RI, sedangkan Belanda dalam jawabannya
tertanggal 2 Januari 1948 hanya menerima sebagian usul KTN tersebut dan
mangajukan usul 12 pasal.
Menanggapi
12 pasal usulan Belanda, KTN kembali mengambil langkah yaitu memasukkan
usul 6 pasal tambahan, karena KTN memahami bahwa Indonesia tak mungkin
menerima`12 pasal dari Belanda.
KTN
berusaha meyakinkan Indonesia tentang usul KTN tersebut sambul
memberikan peringatan tentang kemungkinan nagatif yang dapat terjadi
apabila Indonesia menolak usulan tersebut. Wakil KTN, Graham meyakinkan
Indonesia bahwa hanya dengan menerima tiga naskah persetujuan Renville
itu, pemerintah Amerika Serikat akan melindungi RI dari setiap tindakan
kekuasaan Belanda. Harus diakui bahwa KTN bekerja amat keras untuk
menolong RI. Paling kurang dua dari tiga anggotanya adalah simpatisan
Republik, sekalipun kekuatan mereka tidak begitu besar.5)
Perundingan-perundingan
lanjutan, kemudian dilaksanakan, seperti pada perundingan di bulan
Maret 1948, akan tetapi mengalami jalan buntu karena kedua belah pihak
tidak ada yang mau mengalah.
KTN
tak henti-hentinya mencari jalan penyelesaian dengan Indonesia di
Kaliurang, Belanda tiba-tiba melancarkan agresinya yang kedua. Sehingga
PBB merasa amat tersinggung karena penyerangan itu dilakukan di depan
hidung mereka (KTN), yang menyebabkan PBB mengeluarkan beberapa resolusi
yang mengecam Belanda.
Setelah
peristiwa Agresi Belanda II, forum PBB mulai gencar memperhatikan
permasalahan yang ditangani KTN. Muncullah resolusi yang mengecam
tindakan Belanda. Selama terbentuknya KTN hingga berakhirnya sengketa
pada tanggal 27 Desember 1949, selama kurang lebih tiga setengah tahun,
Dewan Keamanan telah mengadakan sidang mengenai sengketa itu lebih dari
90 kali.6)
Pada
tanggal 28 Januari 1949, PBB mengeluarkan suatu resolusi yang
menyerukan kepada kedua pihak untuk menghentikan tembak-menembak dan
lain-lain yang berhubungan dengan sengketa tersebut. Akhirnya resolusi
itu menetapkan perubahan KTN menjadi Komisi PBB untuk Indonesia, yaitu
UNCI (United Nations Commission for Indonesia).7)
Tugas
UNCI antara lain melaksanakan resolusi-resolusi DK-PBB, membuat
saran-saran mengenai pemilihan umum, pengawasannya dan menjamin
pemilihan umum secepat mungkin. Dengan adanya resolusi tanggal 28
Januari 1949 itu telah mengubah nama KTN menjadi UNCI, yang pada
dasarnya merupakan kalanjutan dari perjuangan dan perpanjangan tangan
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Daftar Referensi:
1) G. Moedjanto. 1991. Indonesia Abad ke-20 Jilid I. Yogyakarta: Kanisius, hal. 17
2) Tribuana Said. 1984. Indonesia dalam Politik Global Amerika. Medan: PT. Waspada, hal. 39
3) M. Sabir. 1983. Politik Bebas Aktif. Jakarta: Haji Masagung, hal. 104
4) G. Moedjanto, op.cit., hal. 26
5) Abu Hanifah dan Sumitro Joyohadikusumo. 1978. Renungan Perjuangan Dulu dan Sekarang.
Jakarta: Inti Idayu Press, hal. 56
6) Mochtar Kustiniyati, ed. 1989. Diplomasi Ujung Tombak Perjuangan RI. Jakarta: Gramedia,
hal. 8
7) Tribuana Said. Op.cit., hal. 57
1) G. Moedjanto. 1991. Indonesia Abad ke-20 Jilid I. Yogyakarta: Kanisius, hal. 17
2) Tribuana Said. 1984. Indonesia dalam Politik Global Amerika. Medan: PT. Waspada, hal. 39
3) M. Sabir. 1983. Politik Bebas Aktif. Jakarta: Haji Masagung, hal. 104
4) G. Moedjanto, op.cit., hal. 26
5) Abu Hanifah dan Sumitro Joyohadikusumo. 1978. Renungan Perjuangan Dulu dan Sekarang.
Jakarta: Inti Idayu Press, hal. 56
6) Mochtar Kustiniyati, ed. 1989. Diplomasi Ujung Tombak Perjuangan RI. Jakarta: Gramedia,
hal. 8
7) Tribuana Said. Op.cit., hal. 57
0 komentar:
Posting Komentar